Location : Mazar-i-Sharif, Afghanistan
Description :
The Blue Mosque is a mosque located in the center of Mazar-i-Sharif, Afghanistan.
The Seljuq dynasty sultan Ahmed Sanjar built the first known shrine at this location. It was destroyed or hidden under earthen embankment during the invasion of Genghis Khan in around 1220. In the 15th century, Sultan Husayn Mirza Bayqarah
built the current Blue Mosque here. It is by far the most important
landmark in Mazar-i-Sharif and it is believed that the name of city
(Noble Shrine, Grave of Sharif) originates from this shrine.
A site plan of the location made in the 1910s shows that there had
earlier been a smaller walled precinct in the mosque, which was razed to
create parklands later, although the portals to this precinct still
remain as gateways for the shrine.[1]
Tombs of varying dimensions were added for a number of Afghan
political and religious leaders over the years, which has led to the
development of its current irregular dimensions. These include the
square domed tomb of Amir Dost Muhammad, Wazir Akbar Khan and a similar structure for Amir Sher Ali and his family.[1]
According to a local legend here has been buried Ali
who reportedly was brought here by a white camel in order to save his
remains from the desecration by his enemies. Most Muslims though
consider that Ali is buried in Imam Ali Mosque, Najaf in Iraq.
Alternatively, the personage buried in the shrine may have predated
Islam. Identifying the shrine with Ali could likely be a myth to ensure
the tomb would be protected and honored by the Islamic establishment.[2]
Source : https://en.wikipedia.org/wiki/Shrine_of_Ali
Masjid Dunia
Senin, 19 Maret 2018
Senin, 26 Februari 2018
Masjid Al Safar, Purwakarta, West Java, Indonesia
Location : Rest Area KM 88 B Tol
Cipularang, West Java, Indonesia
Description : Masjid Al Safar indah berdiri di rest area KM 88 B Tol Cipularang, Jawa Barat. Masjid rancangan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil ini punya desain unik dan bentuknya mirip topi adat Sunda.
Masjid Al Safar diresmikan Jasa Marga pada Jumat (19/5/2017). Pria yang akrab disapa Kang Emil hadir dalam peresmian itu.
Ridwan Kamil mengatakan Masjid Al Safar merupakan masjid kedua yang
dirancangnya. Menurut dia, masjid tersebut bagaikan sebuah permata yang
akan tetap bersinar pada malam hari.
"Namun, sebaik-baiknya masjid adalah masjid yang makmur oleh para jamaah," tutur Kang Emil dalam siaran pers yang diterima wartawan, Jumat (19/5/2017).
Masjid tersebut memiliki luas 6.000 meter persegi dan mampu menampung hingga 1.200 jemaah. Terdapat fasilitas lengkap di dalamnya seperti toilet, tempat wudhu hingga taman dan kolam yang menambah sejuk.
Bangunan masjid yang unik ini diharapkan menjadi ikon di rest area KM 88 B Tol Cipularang (Jakarta arah Bandung). Sesuai dengan namanya, Al Safar atau perjalanan, kehadiran masjid tersebut diharapkan memberikan manfaat kepada pengguna tol yang beristirahat di rest area tersebut untuk melepas lelah dalam perjalanan.
Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani, yang meresmikan Masjid Al Safar mengungkapkan rasa syukur atas diresmikannya masjid tersebut. Masjid tersebut diklaim sebagai masjid terbesar di rest area se-Indonesia.
"Saya bersyukur akhirnya masjid ini bisa diresmikan. Saya juga berharap ke depannya Masjid Al Safar akan tetap makmur dan barokah, mulai dari bulan Ramadan hingga seterusnya," tutur Desi.
Ke depan, Jasa Marga juga akan mengembangkan fasilitas di rest area KM 88B ini agar lebih ramai dan mendukung kelancaran di jalan tol. Jasa Marga berkomitmen terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan melalui optimalisasi fasilitas di rest area.
Source: detik.com
Description : Masjid Al Safar indah berdiri di rest area KM 88 B Tol Cipularang, Jawa Barat. Masjid rancangan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil ini punya desain unik dan bentuknya mirip topi adat Sunda.
Masjid Al Safar diresmikan Jasa Marga pada Jumat (19/5/2017). Pria yang akrab disapa Kang Emil hadir dalam peresmian itu.
Masjid Al Safar rancangan Ridwan Kamil. Foto: Foto: Istimewa Jasa Marga
|
"Namun, sebaik-baiknya masjid adalah masjid yang makmur oleh para jamaah," tutur Kang Emil dalam siaran pers yang diterima wartawan, Jumat (19/5/2017).
Masjid ini memiliki luas 6000 meter persegi dan dapat menampung 1.200 jemaah. Foto: Foto: Istimewa Jasa Marga
|
Masjid tersebut memiliki luas 6.000 meter persegi dan mampu menampung hingga 1.200 jemaah. Terdapat fasilitas lengkap di dalamnya seperti toilet, tempat wudhu hingga taman dan kolam yang menambah sejuk.
Bangunan masjid yang unik ini diharapkan menjadi ikon di rest area KM 88 B Tol Cipularang (Jakarta arah Bandung). Sesuai dengan namanya, Al Safar atau perjalanan, kehadiran masjid tersebut diharapkan memberikan manfaat kepada pengguna tol yang beristirahat di rest area tersebut untuk melepas lelah dalam perjalanan.
Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani, yang meresmikan Masjid Al Safar mengungkapkan rasa syukur atas diresmikannya masjid tersebut. Masjid tersebut diklaim sebagai masjid terbesar di rest area se-Indonesia.
Masjid ini diklaim terbesar di rest area se-Indonesia. Foto: Foto: Istimewa Jasa Marga
|
"Saya bersyukur akhirnya masjid ini bisa diresmikan. Saya juga berharap ke depannya Masjid Al Safar akan tetap makmur dan barokah, mulai dari bulan Ramadan hingga seterusnya," tutur Desi.
Ke depan, Jasa Marga juga akan mengembangkan fasilitas di rest area KM 88B ini agar lebih ramai dan mendukung kelancaran di jalan tol. Jasa Marga berkomitmen terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan melalui optimalisasi fasilitas di rest area.
Source: detik.com
Label:
Indonesia
Minggu, 03 Desember 2017
Masjid Raya Al-Abror, Kota Padang Sidimpuan, Sumatera Utara, Indonesia
Description :
-
Tipe : MASJID NEGARA
-
Luas Tanah : 20.400 m2
-
Status Tanah : Wakaf
-
Luas Bangunan : 1.089 m2
-
Tahun Berdiri : 1966
-
Fasilitas : Parkir, Taman, Gudang, Tempat Penitipan Sepatu/Sandal, Ruang Belajar (TPA/Madrasah), Aula Serba Guna, Perlengkapan Pengurusan Jenazah, Poliklinik, Perpustakaan, Kantor Sekretariat, Penyejuk Udara/AC, Sound System dan Multimedia, Pembangkit Listrik/Genset, Kamar Mandi/WC, Tempat Wudhu, Sarana Ibadah , CCTV
-
Kegiatan : Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu , CCTV, Kantor BAZNAS KOta PadangsidimpuanSource :
Selasa, 22 Agustus 2017
Seoul Central Mosque: Distrik Yongsan-gu, Itaewon, Seoul
Location : Distrik Yongsan-gu, Itaewon, Seoul
Description : Seoul adalah ibukota dari Korea Selatan. Di kota ini, pemeluk agama
Islam memang masih minoritas. Namun, di ibukota negeri ginseng itu
ternyata punya rumah ibadah yang megah nan indah untuk jemaah. Adalah
Masjid Sentral Seoul. Masjid ini dalam bahasa Arab bernama Si'ul
Al-Markaz. Karena pemerintah setempat memberi petunjuk jalan dengan
bahasa Inggris, maka masjid ini pun dikenal dengan nama Seoul Central
Mosque.
Diapit Sungai Han dan Gunung Namsan,
Seoul Central Mosque berdiri megah di daerah Hannam-dong, Yongsan.
Letaknya di distrik Yongsan-gu, Itaewon, kota Seoul. Masjid ini
merupakan masjid pertama dan tertua di Korea Selatan serta satu-satunya
Masjid di Seoul. Masjid terbesar di kota Seoul ini dibangun pada tahun
1976 atas bantuan dari pemerintahan Korea dan kontribusi moneter yang
besar dari Arab Saudi seta negara-negara Islam lainnya.
Seoul Central Mosque pertama kali dibuka
untuk umum pada 5 Mei 1976. Selain menjadi tempat ibadah kaum Muslim,
masjid ini juga menjadi pusat kegiatan Islam di Korsel. Seoul Central
Mosque menjadi kebanggaan lebih dari 45 ribu masyarakat asli Korea yang
telah memeluk Islam. Pendirinya, merupakan komunitas Muslim setempat
yang bermukim di Distrik Yongsan. Mereka kebanyakan adalah para
pendatang dari negara di Timur Tengah.
Sejarah Masjid Raya Seoul
Islam masuk ke semenanjung Korea paska
ditandatanganinya gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan
di tahun 1955. Perang saudara dua Korea tersebut dimulai sejak 25 Juni
1950. Pasukan perdamaian internasional di bawah koordinasi Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) akhirnya mendarat di Korea Selatan guna menjaga
proses genjatan senjata. Turki menjadi negara dengan kontingen pasukan
perdamaian terbanyak kedua setelah Amerika Serikat yang tergabung dalam
misi ini.
Dua dari anggota kontingen pasukan
perdamaian Turki bernama Zubercoch dan Abdul Rahman yang ditempatkan di
Korea Selatan, menggunakan salah satu tenda di kamp pengungsian sebagai
masjid. Masjid ini kemudian dijadikan tempat anggota pasukan
melaksanakan sholat berjamaah dan kegiatan syiar Islam disana.
Syiar Islam juga termasuk kepada
masyarakat Korea. Islam disambut dengan baik oleh warga Korea yang
sedang dilanda ketakpastian selama dan pasca perang. Hingga pada
akhirnya masyarakat Korea menemukan Islam sebagai panduan menghadapi
masa depan mereka. Banyak di antara masyarakat pribumi Korea yang
beralih keyakinan, memeluk Islam.
Impian panjang muslim Korea untuk
memiliki masjid ahirnya terwujud di tahun 1976. peresmian masjid
tersebut dihadiri 55 perwakilan dari 20 negara. Peresmian Masjid Raya
serta Islamic Center tersebut menjadi begitu penting sepanjang
perjalanan sejarah perkembangan Islam di Korea. Dari momen tersebut juga
membuahkan hasil yang cukup manis dengan membengkaknya orang Korea asli
yang memeluk Islam.
Arsitektur
Seoul Central Mosque punya arsitektur
yang cantik. Masjidnya berwarna putih. Terdapat dua menara di bagian
depannya dengan lambang bulan sabit di atasnya. Kubah putih pun
menghiasi bagian atapnya. Bagian depan pintu masuknya terdapat tulisan
'Allahu Akbar' menggunakan huruf Arab yang cukup besar. Puluhan anak
tangga tampak menghiasi banguan Masjid sebelum masuk ke dalamnya.
Masjid ini memiliki tiga lantai yang
fungsinya berbeda-beda. Lantai pertama merupakan kantor Korea Muslim
Federation (KMF). Lalu lantai dua seluas 427 meter per segi digunakan
sebagai tempat salat bagi jemaah pria. Sedangkan lantai tiga digunakan
jemaah perempuan. Di halaman masjid juga dibangun sebuah madrasah
bantuan Kerajaan Arab Saudi dan the Islamic Culture Research Institute.
Bagi masyarakat setempat dan pemeluk non
muslim, masjid ini merupakan titik destinasi wisata karena keindahan
arsitekturnya. Apalagi Seoul Central Mosque ini terletak antara Namsan
dan Han River.
Masjid Raya Seoul ini berdiri di atas
tanah seluas 4.870 meter persegi. Luas masjidnya sendiri hanya 427 meter
persegi. Di atas lahan itu juga berdiri Islamic Center seluas 1.917
meter persegi.
Aktivitas di Masjid
Seoul Central Mosque luasnya mencapai
5.000 meter persegi dan mampu menampung 800 jamaah lebih. Selain untuk
salat, masjidnya juga berfungsi untuk pengajaran agama Islam. Salah
satunya, terdapat Prince Sultan Islam School yang mengajarkan kajian
Alquran, hadis Nabi serta ilmu fiqih. Terdapat pula, Islamic Culture
Research Institute yang jadi wadah tempat berkumpul umat Muslim se-Korea
Selatan.
Masjid ini selalu ramai pengunjung,
terutama pada hari Jumat. Banyak wisatawan yang sengaja mampir untuk
melaksanakan salat Jumat di sini. Karena jemaah yang beragam, di masjid
ini khutbah Jumat pun diberikan dalam 3 bahasa yakni bahasa Arab,
Inggris dan bahasa Korea.
Setelah sholat Jumat, semua jamaah
diberi oleh oleh gratis berupa 1 buah roti besar dan 1 kotak susu segar.
Itu sebabnya banyak jamaah yang tidak langsung meninggalkan lingkungan
masjid, mereka istirahat sejenak di masjid sambil menikmati bingkisan
dari masjid dan berbincang bincang dengan sesama jemaah. Momen inilah
yang dimanfaatkan para jemaah untuk saling bersilaturrahmi dengan
saudara saudara muslim lainnya.
Di sekitar Masjid, terdapat
restoran-restoran yang menampilkan spanduk makanan halal, juga agen-agen
tur yang menawarkan haji dan umrah. Ada juga toko-toko penjual
pernik-pernik umat muslim seperti buku, CD dan perangkat sholat yang
kebanyakan dijual oleh warga Pakistan.
Selain itu, di daerah ini juga
menyediakan Iteawon Night Market yang terletak di dekat kawasan masjid.
Pasar yang dibuka pada malam hari ini menyediakan berbagai barang, baju
dan asesoris seperti kaus kaki, anting-anting, gelang, kalung dan
beberapa fashion item lainnya.
Di lingkungan masjid itu, juga terdapat
sekolah Islam Prince Sultan Islamic School. Sekolah ini didirikan oleh
komunitas Muslim di Korea bernama Korea Muslim Federation (KMF) guna
membantu Muslim di Korea belajar tentang agama mereka melalui kurikulum
sekolah resmi. Anak-anak juga diberikan kesempatan untuk belajar bahasa
Arab, budaya Islam, dan Inggris.
Bagi turis Muslim, datang ke Seoul
Central Mosque artinya memberi banyak kemudahan. Selain gampang
beribadah, di sekitar masjidnya terdapat banyak penjaja makanan halal.
Kalau bulan Ramadan, lebih banyak lagi penjaja makanan di sana saat
malam hari. Untuk sampai ke Masjid Seoul Center, Anda bisa menjangkaunya
dengan menggunakan subway. Lokasi masjid ini tak begitu jauh dari
Stasiun Subway Itaewon.
Tak hanya menjadi daya tarik bagi kaum
muslim, mereka yang non-muslim pun kerap menjadikan Seoul Central Mosque
sebagai titik destinasi wisata karena keindahannya. Asalkan berpakaian
sopan dan tidak mengganggu jamaah yang sedang melaksanakan ibadah di
dalam masjid.
Di lokasi ini juga berada di dekat basis
militer Amerika Serikat di Korea Selatan. Jadi tidak heran jika banyak
tentara Amerika hilir mudik di kawasan ini. Tidak sedikit warga Korea
menjadikannya sebagai tempat wisata untuk dikunjungi pada akhir pekan
untuk mendengar pembicaraan yang diberikan tentang Islam. (njs/dbs)
Source : http://www.gomuslim.co.id/read/khazanah/2016/11/25/2329/masjid-sentral-seoul-jejak-sejarah-islam-di-negeri-ginseng.html
Source : http://www.gomuslim.co.id/read/khazanah/2016/11/25/2329/masjid-sentral-seoul-jejak-sejarah-islam-di-negeri-ginseng.html
Label:
Korea
Jumat, 08 April 2016
Masjid Raya Ganting, Padang, West Sumatera, Indonesia
Location : Kelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Description : Masjid Raya Ganting (juga ditulis dan dilafalkan Gantiang dalam bahasa Minangkabau) adalah sebuah masjid yang terletak diKelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Mulai dibangun pada tahun 1805, masjid ini tercatat sebagai masjid tertua di Padang dan salah satu yang tertua di Indonesia serta telah menjadi cagar budaya.
Masjid yang pembangunannya melibatkan beragam bangsa ini menjadi pusat pergerakan reformasi Islam di daerah tersebut pada abad ke-19, dan presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah mengungsi ke masjid ini pada masa perjuangan kemerdekaan. Masjid ini termasuk bangunan yang tetap utuh setelah gelombang tsunami menerjang kota Padang dan sekitarnya akibat gempa bumi tahun 1833, walaupun mengalami kerusakan cukup berarti akibat gempa tahun 2005 dan2009.
Saat ini, selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid satu lantai ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama dan pesantren kilat bagi pelajar serta menjadi salah satu daya tarik wisata di kota Padang.
Garis waktu
Masjid Raya Ganting turut berperan dalam perjalanan sejarah Kota Padang. Selain sebagai lokasi pengembangan Islam di pulau Sumatera, masjid ini juga berperan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan di Padang.
Sejak awal berdirinya, masjid ini dimanfaatkan sebagai tempat bimbingan manasik calon haji. Masjid ini juga menjadi tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengahmelalui Pelabuhan Teluk Bayur yang dibuka pada tahun 1895. Sebelum berakhirnya perang Padri, pada tahun 1918, para ulama di Minangkabau mengadakan pertemuan di Masjid Raya Ganting untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam dari pemahaman mistik dan khufarat.
Pada tahun 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu, yang alumninya kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi. Masjid ini juga dijadikan lokasi jambore nasional pertama gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan pada tahun 1932.
Ketika Jepang mulai menduduki Indonesia pada tahun 1942, Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan ke Kutacane. Namun, sesampainya di Painan, tentara Jepang sudah lebih dahulu menduduki Bukittinggi sehingga Belanda mengubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Soekarno di Painan. Selanjutnya, Hizbul Wathan, yang saat itu bermarkas di Masjid Raya Ganting, menjemput Soekarno untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan pedati. Beberapa hari kemudian, Soekarno yang telah tiba di Padang menginap sementara waktu di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting dan sempat memberikan pidato di masjid ini.
Sebagian kerusakan yang dialami Masjid Raya Ganting setelah gempa bumi tahun 2009
Selama pendudukan tentara Jepang di Indonesia, masjid ini dijadikan sebagai markas besar wilayah Sumatera Barat dan Tengah sekaligus tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Heiho, yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang. Anggota perwira militer Gyugun terdiri atas para ulama, sedangkan prajurit Heiho diambil dari para santri.
Setelah tentara Sekutu mendarat di Sumatera, banyak tentara Inggris dari kesatuan tentara Muslim India membelot dan bergabung dengan tentara rakyat setempat. Mereka mengatur strategi penyerangan dari masjid ini, termasuk penyerangan ke salah satu tangsi militer Inggris dari kesatuanGurkha. Ketika seorang prajurit Muslim itu tewas dalam perkelahian di markas militer yang hanya berjarak 200 meter dari masjid, jenazahnya disemayamkan di Masjid Ganting.
Sejak tahun 1950, Masjid Raya Ganting mulai banyak dikunjungi oleh pejabat negara baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejumlah pejabat negara yang pernah berkunjung ke masjid ini, antara lain, adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwana IX, Wakil Ketua DPR-GR Achmad Syaichu, dan Ketua MPRS Abdul Haris Nasution. Sementara itu, tokoh luar negeri yang pernah mengunjungi masjid ini, antara lain, adalah Sekretaris Negara Malaysia serta pejabat dari Arab Saudi dan Mesir.
Pada 10 April 2005, terjadi gempa bumi di pantai barat Sumatera dengan kekuatan 6,7 skala Richter setelah terjadinya gempa bumi lebih besar di sekitar Pulau Nias dua minggu sebelumnya. Sejumlah tiang penyangga utama kuda-kuda atap Masjid Raya Ganting retak dan patah akibat gempa ini.
Selanjutnya, masjid ini merupakan salah satu dari 608 unit tempat ibadah di Sumatera Barat yang rusak berat akibat gempa bumi 30 September 2009. Selain meruntuhkan sebagian fasad masjid, gempa tersebut juga meretakkan tiang-tiang ruang utama sehingga bangunan ini dikhawatirkan roboh. Sebelum dilakukan renovasi pada tahun 2010, kerusakan yang dialami masjid ini menyebabkan aktivitas ibadah terganggu sehingga, selama sementara waktu, aktivitas ibadah harus dilakukan di halaman masjid.
Pada tahun 2011, masjid ini dimasukkan dalam daftar masjid terindah di Indonesia yang diterbitkan dalam buku 100 Masjid Terindah Indonesia oleh PT Andalan Media. Selain Masjid Raya Ganting, masjid lain dari Sumatera Barat yang dimuat dalam buku tersebut ialah Masjid Raya Bayur.
Arsitektur
Atap tumpang Masjid Raya Ganting, seperti yang umum dimiliki masjid-masjid tua di Nusantara
Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 102 × 95,6 meter persegi dengan bangunan berbentuk persegi panjang berukuran 42 × 39 meter persegi. Bangunan terdiri dari serambi muka, serambi samping (kiri dan kanan), mihrab, dan ruang utama. Luas bangunan yang kurang dari seperlima luas lahan menyisakan halaman yang luas yang dapat menampung banyaknya jamaah pada saat pelaksanaan salat Ied pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Halaman tersebut dipagari besi dan berbatasan langsung dengan jalan rayadi sebelah timur dan utara. Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satunya adalah makam Angku Syekh Haji Uma, satu dari tiga orang pemrakarsa pembangunan masjid ini.
Perpaduan arsitektur dari berbagai corak terlihat jelas pada bangunan masjid ini karena pengerjaannya melibatkan beragam bangsa seperti Eropa, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau. Masjid ini memiliki tatanan atap berupa atap susun berundak-undak sebanyak lima tingkat dengan puncak berkubah berhiaskan mustaka. Ada celah di tiap bagian atap untuk pencahayaan. Tingkat pertama berbentuk persegi, sedangkan tingkat dua sampai empat berbentuk segidelapan.
Serambi atau bilik
Tiang ganda berbentuk silinder yang berjejer tujuh di serambi muka
Bangunan masjid ini memiliki dua serambi utama, yaitu serambi samping dan serambi muka. Kedua serambi samping masing-masing berukuran 30 × 4,5 meter persegi dan memiliki dua pintu masuk, yang salah satu pintunya menuju ke tempat wudu yang terdapat di sisi utara dan selatan. Pada bagian barat terdapat sekatan yang membentuk kamar atau ribath (tempat tinggal pengurus masjid) berukuran 4,5 × 3 m². Ribath tersebut memiliki pintu dari arah timur berukuran 225 cm × 90 cm dan jendela berukuran 90 cm × 90 cm. Serambi muka berbentuk persegi panjang berukuran 12 × 39 m² serta memiliki enam pintu dari arah timur dan dua pintu dari arah utara dan selatan, yang masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Terdapat hiasan tiang ganda semu pada enam pintu dari arah timur, kecuali pada bagian tengah yang merupakan bangunan mimbaryang menjorok ke depan dengan daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 220 cm × 120 cm × 275 cm tersebut hanya digunakan pada pelaksanaan salat Ied. Selain pintu, juga terdapat masing-masing satu jendela dengan terali besi di sisi utara dan selatan.
Di dinding timur serambi muka, terdapat hiasan ukiran geometri berupa panil-panil yang berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar. Terdapat pula hiasan lengkung yang ditutupi tembok dengan motif cincin dan mata kapak. Tebal dinding sekitar 34 cm dengan tinggi 320 cm. Di dalam ruangan terdapat tujuh tiang ganda berbentuk silinder dari beton dengan garis tengah 45 cm. Tiang-tiang tersebut berdiri di atas umpak beton dengan lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. Selain itu, terdapat pula dua tiang berbentuk segi empat yang terletak di sisi utara dan selatan, dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan yang memiliki satu pintu dari arah timur dan satu jendela.
Ruang utama
Langit-langit masjid di ruang utama disangga oleh 25 tiang, sama seperti jumlahnabi dan rasul.
Ruang utama masjid berbentuk persegi berukuran 30 × 30 meter persegi dengan empat pintu masuk di sisi timur dan masing-masing dua pintu di sisi utara dan selatan. Pintu berukuran 160 cm × 264 cm tersebut memiliki dua daun pintu dari kayu dengan hiasan lengkung kipas pada ambang atas. Terdapat pula dua jendela yang terbuat dari kayu di sisi timur mengapit pintu masuk, dan masing-masing tiga jendela di sisi utara dan selatan, serta enam jendela di sisi barat. Jendela-jendela tersebut memiliki panjang 160 cm dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkung kipas. Dinding pada ruang utama terbuat daribeton berlapis keramik, sedangkan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.
Di ruang utama juga, terdapat soko guru atau tiang utama berjumlah 25 yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 sampai 50 cm dan tinggi mencapai 420 cm. Tiang-tiang yang terbuat dari bata merah dengan bahan perekat kapur dicampur putih telur ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi. Jumlah 25 tiang berjajar 5 melambangkan 25 nabi, dan masing-masing tiang dilapisi marmer putih berhiaskan kaligrafi yang memuat nama 25 nabi mulai dari Adam sampai Muhammad. Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penopang utama konstruksi atap masjid yang berbentuk segi delapan.
Pada sisi barat ruang utama terdapat mihrab yang diapit oleh dua kamar di sisi utara dan selatan. Mihrab tersebut berukuran 2 m × 1,5 m dengan tinggi pada sisi timur 320 cm dan sisi barat 210 cm.
Bangunan lain
Masjid ini memiliki tempat wudu berukuran 10 m × 3 m yang terletak di sebelah utara dan selatan serambi samping. Tempat wudu ini dibangun pada tahun 1967 serta dibuat permanen dan tertutup. Selain itu, perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid. Di sekitar masjid juga terdapat tiga gedung tempat bimbingan teori manasik calon haji. Salah satu dari tiga gedung tersebut dulunya ditempati sekolah Thawalib.
Description : Masjid Raya Ganting (juga ditulis dan dilafalkan Gantiang dalam bahasa Minangkabau) adalah sebuah masjid yang terletak diKelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Mulai dibangun pada tahun 1805, masjid ini tercatat sebagai masjid tertua di Padang dan salah satu yang tertua di Indonesia serta telah menjadi cagar budaya.
Masjid yang pembangunannya melibatkan beragam bangsa ini menjadi pusat pergerakan reformasi Islam di daerah tersebut pada abad ke-19, dan presiden pertama Indonesia, Soekarno, pernah mengungsi ke masjid ini pada masa perjuangan kemerdekaan. Masjid ini termasuk bangunan yang tetap utuh setelah gelombang tsunami menerjang kota Padang dan sekitarnya akibat gempa bumi tahun 1833, walaupun mengalami kerusakan cukup berarti akibat gempa tahun 2005 dan2009.
Saat ini, selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid satu lantai ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama dan pesantren kilat bagi pelajar serta menjadi salah satu daya tarik wisata di kota Padang.
Pembangunan
Tidak diketahui pasti tahun berapa masjid ini mulai berdiri. Menurut Abdul Baqir Zein dalam bukunya yang berjudul Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, masjid ini telah berdiri sejak tahun 1700 dan pada mulanya terletak di kaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke tepi Batang Arau karena Belanda hendak membuat jalan ke pelabuhan Teluk Bayur, hingga terakhir dipindahkan ke lokasi sekarang. Namun, dalam dokumen yang diterbitkan oleh Departemen Agama, disebutkan masjid ini dibangun pada tahun 1790 dari bahan kayu dengan atap berbahan rumbia dan masjid yang lebih baik lagi dibangun pada tahun 1805. Lain lagi menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, yang menyebut masjid ini mulai dibangun pada tahun 1805 dan awalnya dikenal sebagai "Masjid Kampung Gantiang" dengan bangunan berupa surau berlantaikan batu dengan dinding berplester tanah dan atap berundak-undak.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan mengenai tahun mulai berdirinya masjid ini, dari sejumlah catatan diketahui bahwa pembangunan masjid di pusat Minangkabau di Padang abad ke-18 dan ke-19 ini diprakarsai oleh tiga tokoh masyarakat setempat, yaitu Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (kepala kampung Ganting), dan Angku Syekh Kapalo Koto (ulama), sementara biayanya banyak diperoleh dari para saudagar dan ulama Minangkabau di sejumlah tempat di Sumatera. Masjid ini juga tercatat sebagai salah satu bangunan yang tetap utuh dari terjangan gelombang tsunami yang merambah sebagian besar Padang akibat gempa bumi Sumatera pada tahun 1833, hanya saja lantai batunya kemudian diganti dengan lantai campuran kapur kulit kerang dan batu apung.
Masjid Raya Ganting sebelum memiliki dua menara sekitar tahun 1900–1923
Pada tahun 1910, Belanda mendirikan pabrik semen di Indarung, Padang. Untuk mentranspor semen ke Pelabuhan Teluk Bayur, Belanda membuka jalan batu melewati tanah Masjid Raya Ganting. Hampir sepertiga dari luas tanah wakaf untuk masjid ini digunakan untuk jalan. Sebagai kompensasi atas tanah tersebut, Belanda membantu mengembangkan masjid ini melalui Komandan Korps Genie wilayah Pesisir Barat Sumatera (wilayah yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang).Pengembangan yang dilakukan termasuk perpanjangan bilik muka sepanjang 20 meter dan pembuatan bagian depan (fasad) masjid bergaya Portugis. Selain itu, lantai masjid diganti dengan semen yang didatangkan dari Jerman. Pada tahun 1900, dimulailah pemasangan tegel dari Belanda yang dipesan melalui NV Jacobson van den Berg. Pemasangan tegel tersebut ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada tahun 1910.
Sementara itu, etnis Cina di bawah komando Kapten Lo Chian Ko ikut mengerahkan tukang-tukang Cina untuk mengerjakan kubah yang dibuat persegi delapan mirip atap vihara. Begitu juga, pada mihrab tempat imam memimpin salat dan menyampaikan khotbah dibuat ukiran kayu mirip ukiran Cina. Di bagian tengah masjid juga dibangun sebuah muzawir berukuran 4 × 4 m² berbentuk panggung dari kayu dan diberi ukiran Cina. Muzawir berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suaraimam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Setelah ada pengeras suara, muzawir tidak digunakan lagi sehingga pengurus masjid membongkar bangunan tersebut pada tahun 1974 (atau 1978).
Setelah itu, pembangunan masjid dilanjutkan pada tahun 1960 dengan pemasangan keramik pada 25 tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari batu bata. Kemudian,menara pada bagian kiri dan kanan masjid selesai dibangun pada tahun 1967. Pada tahun 1995, dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama.
Tidak diketahui pasti tahun berapa masjid ini mulai berdiri. Menurut Abdul Baqir Zein dalam bukunya yang berjudul Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, masjid ini telah berdiri sejak tahun 1700 dan pada mulanya terletak di kaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke tepi Batang Arau karena Belanda hendak membuat jalan ke pelabuhan Teluk Bayur, hingga terakhir dipindahkan ke lokasi sekarang. Namun, dalam dokumen yang diterbitkan oleh Departemen Agama, disebutkan masjid ini dibangun pada tahun 1790 dari bahan kayu dengan atap berbahan rumbia dan masjid yang lebih baik lagi dibangun pada tahun 1805. Lain lagi menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, yang menyebut masjid ini mulai dibangun pada tahun 1805 dan awalnya dikenal sebagai "Masjid Kampung Gantiang" dengan bangunan berupa surau berlantaikan batu dengan dinding berplester tanah dan atap berundak-undak.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan mengenai tahun mulai berdirinya masjid ini, dari sejumlah catatan diketahui bahwa pembangunan masjid di pusat Minangkabau di Padang abad ke-18 dan ke-19 ini diprakarsai oleh tiga tokoh masyarakat setempat, yaitu Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (kepala kampung Ganting), dan Angku Syekh Kapalo Koto (ulama), sementara biayanya banyak diperoleh dari para saudagar dan ulama Minangkabau di sejumlah tempat di Sumatera. Masjid ini juga tercatat sebagai salah satu bangunan yang tetap utuh dari terjangan gelombang tsunami yang merambah sebagian besar Padang akibat gempa bumi Sumatera pada tahun 1833, hanya saja lantai batunya kemudian diganti dengan lantai campuran kapur kulit kerang dan batu apung.
Pada tahun 1910, Belanda mendirikan pabrik semen di Indarung, Padang. Untuk mentranspor semen ke Pelabuhan Teluk Bayur, Belanda membuka jalan batu melewati tanah Masjid Raya Ganting. Hampir sepertiga dari luas tanah wakaf untuk masjid ini digunakan untuk jalan. Sebagai kompensasi atas tanah tersebut, Belanda membantu mengembangkan masjid ini melalui Komandan Korps Genie wilayah Pesisir Barat Sumatera (wilayah yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang).Pengembangan yang dilakukan termasuk perpanjangan bilik muka sepanjang 20 meter dan pembuatan bagian depan (fasad) masjid bergaya Portugis. Selain itu, lantai masjid diganti dengan semen yang didatangkan dari Jerman. Pada tahun 1900, dimulailah pemasangan tegel dari Belanda yang dipesan melalui NV Jacobson van den Berg. Pemasangan tegel tersebut ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada tahun 1910.
Sementara itu, etnis Cina di bawah komando Kapten Lo Chian Ko ikut mengerahkan tukang-tukang Cina untuk mengerjakan kubah yang dibuat persegi delapan mirip atap vihara. Begitu juga, pada mihrab tempat imam memimpin salat dan menyampaikan khotbah dibuat ukiran kayu mirip ukiran Cina. Di bagian tengah masjid juga dibangun sebuah muzawir berukuran 4 × 4 m² berbentuk panggung dari kayu dan diberi ukiran Cina. Muzawir berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suaraimam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Setelah ada pengeras suara, muzawir tidak digunakan lagi sehingga pengurus masjid membongkar bangunan tersebut pada tahun 1974 (atau 1978).
Setelah itu, pembangunan masjid dilanjutkan pada tahun 1960 dengan pemasangan keramik pada 25 tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari batu bata. Kemudian,menara pada bagian kiri dan kanan masjid selesai dibangun pada tahun 1967. Pada tahun 1995, dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama.
Garis waktu
Masjid Raya Ganting turut berperan dalam perjalanan sejarah Kota Padang. Selain sebagai lokasi pengembangan Islam di pulau Sumatera, masjid ini juga berperan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan di Padang.
Sejak awal berdirinya, masjid ini dimanfaatkan sebagai tempat bimbingan manasik calon haji. Masjid ini juga menjadi tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengahmelalui Pelabuhan Teluk Bayur yang dibuka pada tahun 1895. Sebelum berakhirnya perang Padri, pada tahun 1918, para ulama di Minangkabau mengadakan pertemuan di Masjid Raya Ganting untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam dari pemahaman mistik dan khufarat.
Pada tahun 1921, Abdul Karim Amrullah mendirikan sekolah Thawalib di dalam pekarangan masjid sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat kota Padang saat itu, yang alumninya kemudian mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang merupakan cikal bakal Partai Masyumi. Masjid ini juga dijadikan lokasi jambore nasional pertama gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan pada tahun 1932.
Ketika Jepang mulai menduduki Indonesia pada tahun 1942, Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan ke Kutacane. Namun, sesampainya di Painan, tentara Jepang sudah lebih dahulu menduduki Bukittinggi sehingga Belanda mengubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Soekarno di Painan. Selanjutnya, Hizbul Wathan, yang saat itu bermarkas di Masjid Raya Ganting, menjemput Soekarno untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan pedati. Beberapa hari kemudian, Soekarno yang telah tiba di Padang menginap sementara waktu di salah satu rumah pengurus Masjid Raya Ganting dan sempat memberikan pidato di masjid ini.
Selama pendudukan tentara Jepang di Indonesia, masjid ini dijadikan sebagai markas besar wilayah Sumatera Barat dan Tengah sekaligus tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Heiho, yang merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang. Anggota perwira militer Gyugun terdiri atas para ulama, sedangkan prajurit Heiho diambil dari para santri.
Setelah tentara Sekutu mendarat di Sumatera, banyak tentara Inggris dari kesatuan tentara Muslim India membelot dan bergabung dengan tentara rakyat setempat. Mereka mengatur strategi penyerangan dari masjid ini, termasuk penyerangan ke salah satu tangsi militer Inggris dari kesatuanGurkha. Ketika seorang prajurit Muslim itu tewas dalam perkelahian di markas militer yang hanya berjarak 200 meter dari masjid, jenazahnya disemayamkan di Masjid Ganting.
Sejak tahun 1950, Masjid Raya Ganting mulai banyak dikunjungi oleh pejabat negara baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejumlah pejabat negara yang pernah berkunjung ke masjid ini, antara lain, adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwana IX, Wakil Ketua DPR-GR Achmad Syaichu, dan Ketua MPRS Abdul Haris Nasution. Sementara itu, tokoh luar negeri yang pernah mengunjungi masjid ini, antara lain, adalah Sekretaris Negara Malaysia serta pejabat dari Arab Saudi dan Mesir.
Pada 10 April 2005, terjadi gempa bumi di pantai barat Sumatera dengan kekuatan 6,7 skala Richter setelah terjadinya gempa bumi lebih besar di sekitar Pulau Nias dua minggu sebelumnya. Sejumlah tiang penyangga utama kuda-kuda atap Masjid Raya Ganting retak dan patah akibat gempa ini.
Selanjutnya, masjid ini merupakan salah satu dari 608 unit tempat ibadah di Sumatera Barat yang rusak berat akibat gempa bumi 30 September 2009. Selain meruntuhkan sebagian fasad masjid, gempa tersebut juga meretakkan tiang-tiang ruang utama sehingga bangunan ini dikhawatirkan roboh. Sebelum dilakukan renovasi pada tahun 2010, kerusakan yang dialami masjid ini menyebabkan aktivitas ibadah terganggu sehingga, selama sementara waktu, aktivitas ibadah harus dilakukan di halaman masjid.
Pada tahun 2011, masjid ini dimasukkan dalam daftar masjid terindah di Indonesia yang diterbitkan dalam buku 100 Masjid Terindah Indonesia oleh PT Andalan Media. Selain Masjid Raya Ganting, masjid lain dari Sumatera Barat yang dimuat dalam buku tersebut ialah Masjid Raya Bayur.
Arsitektur
Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 102 × 95,6 meter persegi dengan bangunan berbentuk persegi panjang berukuran 42 × 39 meter persegi. Bangunan terdiri dari serambi muka, serambi samping (kiri dan kanan), mihrab, dan ruang utama. Luas bangunan yang kurang dari seperlima luas lahan menyisakan halaman yang luas yang dapat menampung banyaknya jamaah pada saat pelaksanaan salat Ied pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Halaman tersebut dipagari besi dan berbatasan langsung dengan jalan rayadi sebelah timur dan utara. Di sebelah selatan dan belakang masjid terdapat beberapa makam, salah satunya adalah makam Angku Syekh Haji Uma, satu dari tiga orang pemrakarsa pembangunan masjid ini.
Perpaduan arsitektur dari berbagai corak terlihat jelas pada bangunan masjid ini karena pengerjaannya melibatkan beragam bangsa seperti Eropa, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau. Masjid ini memiliki tatanan atap berupa atap susun berundak-undak sebanyak lima tingkat dengan puncak berkubah berhiaskan mustaka. Ada celah di tiap bagian atap untuk pencahayaan. Tingkat pertama berbentuk persegi, sedangkan tingkat dua sampai empat berbentuk segidelapan.
Serambi atau bilik
Bangunan masjid ini memiliki dua serambi utama, yaitu serambi samping dan serambi muka. Kedua serambi samping masing-masing berukuran 30 × 4,5 meter persegi dan memiliki dua pintu masuk, yang salah satu pintunya menuju ke tempat wudu yang terdapat di sisi utara dan selatan. Pada bagian barat terdapat sekatan yang membentuk kamar atau ribath (tempat tinggal pengurus masjid) berukuran 4,5 × 3 m². Ribath tersebut memiliki pintu dari arah timur berukuran 225 cm × 90 cm dan jendela berukuran 90 cm × 90 cm. Serambi muka berbentuk persegi panjang berukuran 12 × 39 m² serta memiliki enam pintu dari arah timur dan dua pintu dari arah utara dan selatan, yang masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Terdapat hiasan tiang ganda semu pada enam pintu dari arah timur, kecuali pada bagian tengah yang merupakan bangunan mimbaryang menjorok ke depan dengan daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 220 cm × 120 cm × 275 cm tersebut hanya digunakan pada pelaksanaan salat Ied. Selain pintu, juga terdapat masing-masing satu jendela dengan terali besi di sisi utara dan selatan.
Di dinding timur serambi muka, terdapat hiasan ukiran geometri berupa panil-panil yang berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar. Terdapat pula hiasan lengkung yang ditutupi tembok dengan motif cincin dan mata kapak. Tebal dinding sekitar 34 cm dengan tinggi 320 cm. Di dalam ruangan terdapat tujuh tiang ganda berbentuk silinder dari beton dengan garis tengah 45 cm. Tiang-tiang tersebut berdiri di atas umpak beton dengan lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. Selain itu, terdapat pula dua tiang berbentuk segi empat yang terletak di sisi utara dan selatan, dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan yang memiliki satu pintu dari arah timur dan satu jendela.
Ruang utama
Ruang utama masjid berbentuk persegi berukuran 30 × 30 meter persegi dengan empat pintu masuk di sisi timur dan masing-masing dua pintu di sisi utara dan selatan. Pintu berukuran 160 cm × 264 cm tersebut memiliki dua daun pintu dari kayu dengan hiasan lengkung kipas pada ambang atas. Terdapat pula dua jendela yang terbuat dari kayu di sisi timur mengapit pintu masuk, dan masing-masing tiga jendela di sisi utara dan selatan, serta enam jendela di sisi barat. Jendela-jendela tersebut memiliki panjang 160 cm dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkung kipas. Dinding pada ruang utama terbuat daribeton berlapis keramik, sedangkan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.
Di ruang utama juga, terdapat soko guru atau tiang utama berjumlah 25 yang berbentuk segi enam dengan diameter 40 sampai 50 cm dan tinggi mencapai 420 cm. Tiang-tiang yang terbuat dari bata merah dengan bahan perekat kapur dicampur putih telur ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi. Jumlah 25 tiang berjajar 5 melambangkan 25 nabi, dan masing-masing tiang dilapisi marmer putih berhiaskan kaligrafi yang memuat nama 25 nabi mulai dari Adam sampai Muhammad. Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai penopang utama konstruksi atap masjid yang berbentuk segi delapan.
Pada sisi barat ruang utama terdapat mihrab yang diapit oleh dua kamar di sisi utara dan selatan. Mihrab tersebut berukuran 2 m × 1,5 m dengan tinggi pada sisi timur 320 cm dan sisi barat 210 cm.
Bangunan lain
Masjid ini memiliki tempat wudu berukuran 10 m × 3 m yang terletak di sebelah utara dan selatan serambi samping. Tempat wudu ini dibangun pada tahun 1967 serta dibuat permanen dan tertutup. Selain itu, perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid. Di sekitar masjid juga terdapat tiga gedung tempat bimbingan teori manasik calon haji. Salah satu dari tiga gedung tersebut dulunya ditempati sekolah Thawalib.
Source : https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Ganting
Photo Credit : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d5/Masjid_Raya_Ganting_19-3.JPG
Label:
Indonesia
Kamis, 21 Februari 2013
Birmingham Central Mosque, Birmingham, United Kingdom
Location : Birmingham, United Kingdom
Description : Birmingham Central Mosque is the second purpose built and one of the largest mosques in Western Europe, which was built in 1969 and opened to the public in 1975. The most inspiring value of this mosque is its Multi-denomination position which means it does not belong to any one particular sect or school of thought but it represents all Muslims from any background. It is one of the most recognised religious buildings in the city of Birmingham and a result, a vast number of people visit the mosque every year.
The Birmingham Central Mosque is open to visitors throughout the year. We receive a large number of visitors from media, schools, colleges, universities and other institutions wishing to find out more about a mosque and the Islamic faith for projects and studies. The mosque has a special Guest Book which visitors have been signing since 1984; all visitors are encouraged to leave their messages about the mosque's visit in the Visitors' book
Source : http://www.centralmosque.org.uk/Default.aspx
Picture : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Birmingham_Central_Mosque.jpg
Description : Birmingham Central Mosque is the second purpose built and one of the largest mosques in Western Europe, which was built in 1969 and opened to the public in 1975. The most inspiring value of this mosque is its Multi-denomination position which means it does not belong to any one particular sect or school of thought but it represents all Muslims from any background. It is one of the most recognised religious buildings in the city of Birmingham and a result, a vast number of people visit the mosque every year.
The Birmingham Central Mosque is open to visitors throughout the year. We receive a large number of visitors from media, schools, colleges, universities and other institutions wishing to find out more about a mosque and the Islamic faith for projects and studies. The mosque has a special Guest Book which visitors have been signing since 1984; all visitors are encouraged to leave their messages about the mosque's visit in the Visitors' book
Source : http://www.centralmosque.org.uk/Default.aspx
Picture : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Birmingham_Central_Mosque.jpg
Label:
England
Selasa, 12 Februari 2013
Hohhot Great Mosque in Mongolia
Location : Tongdao Street, Hohhot, Inner Mongolia
Description : The Great Mosque is the earliest and largest mosque in Hohhot, the capital city Inner Mongolia Autonomous Region. Great Mosque was built in 1693 and renovated in 1789 and 1923. It now covers an area of 4000 square meters.
The mosque is a mix of Chinese and Arabic architecture. Chinese mosques during the Qing Dynasty had minarets that were a compromise between a pure Islamic minaret and a Chinese pagoda, i.e., they were minarets that were crowned with a pavilion-type roof. Moreover, Chinese mosques of that period had steles, or plaques, which reminded Muslim worshippers of their inescapable loyalty to the emperor. The Great Mosque of Hohhot has only a single minaret, which, incidentally, was not part of the original design, but was added on later.
Of the buildings here, all constructed in black brick, the grandest is the aptly named Grand Prayer Hall, behind which lies both the Teaching Hall and the Muslim Baths. All of the buildings within have Muslim characters. And it’s noteworthy are the over 30 volumes of ancient Koran scriptures, all written in Arabic. It is also possible, with permission, to climb the 15 meter-tall hexagonal minaret, which is topped with a pagoda style roof, for a nice view of the city.
Source : http://www.muslim2china.com/china-mosques/Hohhot-Great-Mosque-53.html
Photo credit : http://www.flickr.com/photos/43198692@N04/6138299032/in/gallery-islamicheritage-72157629648746206/
Description : The Great Mosque is the earliest and largest mosque in Hohhot, the capital city Inner Mongolia Autonomous Region. Great Mosque was built in 1693 and renovated in 1789 and 1923. It now covers an area of 4000 square meters.
The mosque is a mix of Chinese and Arabic architecture. Chinese mosques during the Qing Dynasty had minarets that were a compromise between a pure Islamic minaret and a Chinese pagoda, i.e., they were minarets that were crowned with a pavilion-type roof. Moreover, Chinese mosques of that period had steles, or plaques, which reminded Muslim worshippers of their inescapable loyalty to the emperor. The Great Mosque of Hohhot has only a single minaret, which, incidentally, was not part of the original design, but was added on later.
Of the buildings here, all constructed in black brick, the grandest is the aptly named Grand Prayer Hall, behind which lies both the Teaching Hall and the Muslim Baths. All of the buildings within have Muslim characters. And it’s noteworthy are the over 30 volumes of ancient Koran scriptures, all written in Arabic. It is also possible, with permission, to climb the 15 meter-tall hexagonal minaret, which is topped with a pagoda style roof, for a nice view of the city.
Source : http://www.muslim2china.com/china-mosques/Hohhot-Great-Mosque-53.html
Photo credit : http://www.flickr.com/photos/43198692@N04/6138299032/in/gallery-islamicheritage-72157629648746206/
Label:
Mongolia
Lokasi:
Hohhot, Inner Mongolia, China
Langganan:
Postingan (Atom)